SUKSES
TERBESAR DALAM HIDUPKU
“MENJADI
SARJANA PENDIDIKAN MATEMATIKA”
Sukses adalah suatu pencapaian keberhasilan dalam kehidupan seseorang. Sebagian besar orang berpendapat bahwa kesuksesan adalah hal
yang sulit untuk di dapat. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan untuk mencapai sebuah kesuksesan
butuh kerja keras dan pengorbanan. Misalnya saja Pengorbanan
tenaga, waktu, uang dan masih banyak hal lainnnya. Disamping itu, untuk
mencapai sebuah kesuksesan perlu dengan hati-hati membuat pilihan yang akan
diambil agar berhasil mencapai kesuksesan yang diinginkan. Terkadang pilihan
yang dibuat dapat membuat kita gagal dan menyerah terhadap mimpi tersebut. Hal
inilah yang membuat banyak orang berpikir bahwa kesuksesan sangat sulit untuk
diraih.
Beberapa faktor lain
yang diperlukan untuk mencapai kesuksesan adalah adanya dorongan dari dalam
diri sendiri, keluarga, dan teman dekat. Diri sendiri butuh semangat untuk bisa
terus berjuang menghadapi rintangan dalam perjalanannya. Keluarga juga membantu
mendorong motivasi, sekaligus memberikan nasehat kepada orang tersebut untuk
bisa terus memperjuangkan apa yang dia inginkan. Teman dekat juga memiliki
peran yang sama untuk memotivasi orang tersebut menggapai impiannya.
Bagi saya sukses terbesar adalah ketika saya dapat membahagiakan kedua orang tua saya. Beberapa hal yang dapat saya pikirkan untuk kebahagiaan
orang tua saya adalah dengan menjadi anak yang baik dan penurut, serta menjadi seorang
sarjana guru di bidang matematika dimana sedang saya jalani. Terkadang saya merasa
malas dan lebih memilih menyerah daripada harus memperjuangkan imipian
tersebut. Pada waktu saya lulus Sekolah Menengah Atas, saya merasa tidak perlu
belajar karena lelah dengan pembelajaran waktu SMA. Tidak ada motivasi untuk
saya lanjut kuliah untuk menambah ilmu dan mencapai gelar sarjana. Tetapi
ketika nasehat dan sekilas melihat kesedihan yang ditunjukkan oleh kedua orang
tua saya akibat perbuatan saya, saya pun mau untuk kuliah walaupun sulit karena
tak ada semangat dalam diri sendiri. Lama kelamaan saya berpikir bahwa
seandainya saya tidak mengikuti nasehat mereka, mungkin saya akan sangat
menyesal, karena zaman sekarang susah mencari pekerjaan dengan hanya
bermodalkan ijazah SMA. Itu menjadi suatu motivasi baru bagi saya dalam
menjalani kuliah ini. Di samping memiliki teman seperjuangan yang juga
memotivasi, menjadikan saya semangat dan menargetkan diri saya menjadi seorang
sarjana Pendidikan Matematika, yang merupakan salah satu kesuksesan terbesar
bagi saya untuk masa depan saya.
TAHAPAN PERKEMBANGAN
Tahap-tahap perkembangan manusia
dari lahir sampai mati dipengaruhi oleh interaksi social dan budaya antara
masyarakat terhadap perkembangan kepribadian. Perkembangan psikologis
dihasilkan dari interaksi diri sendiri dan orang lain maupun lingkungan atau
kebutuhan biologis. Disini akan dibahas tahap-tahap berdasarkan teori Erik
Erikson.
1. Fase Bayi (0 – 1 tahun)
Bagi
Erikson kegiatan bayi tidak terikat dengan mulut semata. Pada tahap ini bayi
hanya memasukkan (incorporation), bukan hanya melalui mulut (menelan) tetapi
juga dari semua indera. Tahap sensori oral ditandai oleh dua jenis inkorporasi:
mendapat (receiving) dan menerima (accepting). Tahun pertama kehidupannya, bayi
memakai sebagian besar waktunya untuk makan, eliminasi (buang kotoran), dan
tidur. Ketika ia menyadari ibu akan memberi makan/minum secara teratur, mereka
belajar dan memperoleh kualitas ego atau identitas ego yang pertama, perasaan
kepercayaan dasar (basic trust). Bayi harus mengalami rasa lapar, haus, nyeri,
dan ketidaknyamanan lain, dan kemudian mengalami perbaikan atau hilangnya
kondisi yang tidak menyenangkan itu. Dari peristiwa itu bayi akan belajar
mengharap bahwa hal yang menyakitkan ke depan bisa berubah menjadi menyenangkan.
Bayi menangkap hubungannya dengan ibu sebagai sesuatu yang keramat (numinous).
2. Fase Anak-Anak (1 – 3 tahun)
Dalam
teori Erikson, anak memperoleh kepuasan bukan dari keberhasilan mengontrol alat-alat
anus saja, tetapi juga dari keberhasilan mengontrol fungsi tubuh yang lain
seperti urinasi, berjalan, melempar, memegang, dan sebagainya. Pada tahun
kedua, penyesuaian psikososial terpusat pada otot anal-uretral (Anal-Urethral
Muscular); anak belajar mengontrol tubuhnya, khususnya yang berhubungan dengan
kebersihan. Pada tahap ini anak dihadapkan dengan budaya yang menghambat
ekspresi diri serta hak dan kewajiban. Anak belajar untuk melakukan
pembatasan-pembatasan dan kontrol diri dan menerima kontrol dari orang lain.
Hasil mengatasi krisis otonomi versus malu-ragu adalah kekuatan dasar kemauan.
Ini adalah permulaan dari kebebasan kemauan dan kekuatan kemauan (benar-benar
hanya permulaan), yang menjadi ujud virtue kemauan di dalam egonya. Pada tahap
ini pola komunikasi mengembangkan penilaian benar atau salah dari tingkah laku
diri dan orang lain, disebut bijaksana (judicious).
3. Usia Bermain (3 – 6 tahun)
Pada
tahap ini Erikson mementingkan perkembangan pada fase bermain, yakni;
identifikasi dengan orang tua (odipus kompleks), mengembangkan gerakan tubuh,
ketrampilan bahasa, rasa ingin tahu, imajinasi, dan kemampuan menentukan
tujuan. Erikson mengakui gejala odipus muncul sebagai dampak dari fase
psikososeksual genital-locomotor, namun diberi makna yang berbeda. Menurutnya,
situasi odipus adalah prototip dari kekuatan yang abadi dari kehidupan manusia.
Aktivitas genital pada usia bermain diikuti dengan peningkatan fasilitas untuk
bergerak. Inisiatif yang dipakai anak untuk memilih dan mengejar berbagai tujuan,
seperti kawain dengan ibu/ayah, atau meninggalkan rumah, juga untuk menekan atau
menunda suatu tujuan. Konflik antara inisiatif dengan berdosa menghasilkan
kekuatan dasar (virtue) tujuan (purpose). Tahap ini dipenuhi dengan fantasi
anak, menjadi ayah, ibu, menjadi karakter baik untuk mengalahkan penjahat.
4. Usia Sekolah (6 – 12 tahun)
Pada
usia ini dunia sosial anak meluas keluar dari dunia keluarga, anak bergaul
dengan teman sebaya, guru, dan orang dewasa lainnya. Pada usia ini
keingintahuan menjadi sangat kuat dan hal itu berkaitan dengan perjuangan dasar
menjadi berkemampuan (competence). Memendam insting seksual sangat penting
karena akan membuat anak dapat memakain enerjinya untuk mempelajari teknologi
dan budayanya serta interaksi sosialnya. Krisis psikososial pada tahap ini
adalah antara ketekunan dengan perasaan inferior (industry – inveriority). Dari
konflik antar ketekunan dengan inferiorita, anak mengembangkan kekuatan dasar:
kemampuan (competency). Di sekolah, anak banyak belajar tentang sistem, aturan,
metoda yang membuat suatu pekrjaan dapat dilakukan dengan efektif dan efisien.
5. Remaja/Adolesen (12 – 20 tahun)
Tahap
ini merupakan tahap yang paling penting diantara tahap perkembangan lainnya, karena
orang harus mencapai tingkat identitas ego yang cukup baik. Bagi Erikson,
pubertas (puberty) penting bukan karena kemasakan seksual, tetapi karena
pubertas memacu harapan peran dewasa pada masa yang akan datang. Pencarian
identitas ego mencapai harapan peran dewasa pada masa yang akan datang.
Pencarian identitas ego mencapai puncaknya pada fase ini, ketika remaja
berjuang untuk menemukan siapa dirinya. Kekuatan dasar yang muncul dari krisis
identitas pada tahap adolesen adalah kesetiaan (fidelity); yaitu setia dalam
beberapa pandangan idiologi atau visi masa depan. Memilih dan memiliki idiologi
akan memberi pola umum kehidupan diri, bagaimana berpakaian, pilihan musik dan buku
bacaan, dan pengaturan waktu sehari-hari.
6. Dewasa Awal (20 – 30 tahun)
Pengalaman
adolesen dalam mencari identitas dibutuhkan oleh dewasa-awal. Perkembangan
psikoseksual tahap ini disebut perkelaminan (genitality). Keakraban (intimacy)
adalah kemampuan untuk menyatukan identitas diri dengan identitas orang lain tanpa
ketakutan kehilangan identitas diri itu. Cinta adalah kesetiaan yang masak
sebagai dampak dari perbedaan dasar antara pria dan wanita. Cinta selain di
samping bermuatan intimasi juga membutuhkan sedikit isolasi, karena
masing-masing partner tetap boleh memiliki identitas yang terpisah. Ritualisasi
pada tahap ini adalah Afiliasi, refleksi dari kenyataan adanya cinta,
mempertahankan persahabatan, ikatan kerja.
7. Dewasa (30 – 65 tahun)
Tahap
dewasa adalah waktu menempatkan diri di masyarakat dan ikut bertanggung jawab terhadap
apapun yang dihasilkan dari masyarakat. Kualitas sintonik tahap dewasa adalah generativita,
yaitu penurunan kehidupan baru, serta produk dan ide baru. Kepedulian (care) adalah
perluasan komitmen untuk merawat orang lain, merawat produk dan ide yang membutuhkan
perhatian. Kepedulian membutuhkan semua kekuatan dasar ego sebelumnya sebagai
kekuatan dasar orang dewasa. Generasional adalah interaksi antara orang dewasa
dengan generasi penerusnya bisa berupa pemberian hadiah atau sanjungan, sedangkan
otoritisme mengandung pemaksaan. Orang dewasa dengan kekuatan dan kekuasaannya
memaksa aturan, moral, dan kemauan pribadi dalam interaksi.
8. Usia Tua (>65 tahun)
Menjadi
tua sudah tidak menghasilkan keturunan, tetapi masih produktif dan kreatif
dalam hal lain, misalnya memberi perhatian/merawat generasi penerus – cucu dan
remaja pada umumnya. Tahap terakhir daroi psikoseksual adalah generalisasi
sensualitas (Generalized Sensuality): memperoleh kenikmatan dari berbagai
sensasi fisik, penglihatan, pendengaran, kecapan, bau, pelukan, dan juga
stimulasi genital. Banyak terjadi pada krisis psikososial terakhir ini, kualita
distonik “putus asa” yang menang. Orang dengan kebijaksanaan yang matang, tetap
mempertahankan integritasnya ketika kemampuan fisik dan mentalnya menurun. Pada
tahap usia tua, ritualisasinya adalah integral; ungkapan kebijaksanaan dan pemahaman
makna kehidupan. Interaksi yang tidak mementingkan keinginan dan kebutuhan
duniawi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar