Minggu, 12 Juni 2016

Ester Ch. Boimau, 13115019, Essay dan Tugas Perkembangan



SUKSES TERBESAR DALAM HIDUPKU
“MENJADI SARJANA PENDIDIKAN MATEMATIKA”

Sukses adalah suatu pencapaian keberhasilan dalam kehidupan seseorang. Sebagian besar orang berpendapat bahwa kesuksesan adalah hal yang sulit untuk di dapat. Mengapa demikian? Hal ini  dikarenakan untuk mencapai sebuah kesuksesan butuh kerja keras dan pengorbanan. Misalnya saja Pengorbanan tenaga, waktu, uang dan masih banyak hal lainnnya. Disamping itu, untuk mencapai sebuah kesuksesan perlu dengan hati-hati membuat pilihan yang akan diambil agar berhasil mencapai kesuksesan yang diinginkan. Terkadang pilihan yang dibuat dapat membuat kita gagal dan menyerah terhadap mimpi tersebut. Hal inilah yang membuat banyak orang berpikir bahwa kesuksesan sangat sulit untuk diraih.
Beberapa faktor lain yang diperlukan untuk mencapai kesuksesan adalah adanya dorongan dari dalam diri sendiri, keluarga, dan teman dekat. Diri sendiri butuh semangat untuk bisa terus berjuang menghadapi rintangan dalam perjalanannya. Keluarga juga membantu mendorong motivasi, sekaligus memberikan nasehat kepada orang tersebut untuk bisa terus memperjuangkan apa yang dia inginkan. Teman dekat juga memiliki peran yang sama untuk memotivasi orang tersebut menggapai impiannya.
Bagi saya sukses terbesar adalah ketika saya dapat membahagiakan kedua orang tua saya. Beberapa hal yang dapat saya pikirkan untuk kebahagiaan orang tua saya adalah dengan menjadi anak yang baik dan penurut, serta menjadi seorang sarjana guru di bidang matematika dimana sedang saya jalani. Terkadang saya merasa malas dan lebih memilih menyerah daripada harus memperjuangkan imipian tersebut. Pada waktu saya lulus Sekolah Menengah Atas, saya merasa tidak perlu belajar karena lelah dengan pembelajaran waktu SMA. Tidak ada motivasi untuk saya lanjut kuliah untuk menambah ilmu dan mencapai gelar sarjana. Tetapi ketika nasehat dan sekilas melihat kesedihan yang ditunjukkan oleh kedua orang tua saya akibat perbuatan saya, saya pun mau untuk kuliah walaupun sulit karena tak ada semangat dalam diri sendiri. Lama kelamaan saya berpikir bahwa seandainya saya tidak mengikuti nasehat mereka, mungkin saya akan sangat menyesal, karena zaman sekarang susah mencari pekerjaan dengan hanya bermodalkan ijazah SMA. Itu menjadi suatu motivasi baru bagi saya dalam menjalani kuliah ini. Di samping memiliki teman seperjuangan yang juga memotivasi, menjadikan saya semangat dan menargetkan diri saya menjadi seorang sarjana Pendidikan Matematika, yang merupakan salah satu kesuksesan terbesar bagi saya untuk masa depan saya.


TAHAPAN PERKEMBANGAN
Tahap-tahap perkembangan manusia dari lahir sampai mati dipengaruhi oleh interaksi social dan budaya antara masyarakat terhadap perkembangan kepribadian. Perkembangan psikologis dihasilkan dari interaksi diri sendiri dan orang lain maupun lingkungan atau kebutuhan biologis. Disini akan dibahas tahap-tahap berdasarkan teori Erik Erikson.
1.      Fase Bayi (0 – 1 tahun)
Bagi Erikson kegiatan bayi tidak terikat dengan mulut semata. Pada tahap ini bayi hanya memasukkan (incorporation), bukan hanya melalui mulut (menelan) tetapi juga dari semua indera. Tahap sensori oral ditandai oleh dua jenis inkorporasi: mendapat (receiving) dan menerima (accepting). Tahun pertama kehidupannya, bayi memakai sebagian besar waktunya untuk makan, eliminasi (buang kotoran), dan tidur. Ketika ia menyadari ibu akan memberi makan/minum secara teratur, mereka belajar dan memperoleh kualitas ego atau identitas ego yang pertama, perasaan kepercayaan dasar (basic trust). Bayi harus mengalami rasa lapar, haus, nyeri, dan ketidaknyamanan lain, dan kemudian mengalami perbaikan atau hilangnya kondisi yang tidak menyenangkan itu. Dari peristiwa itu bayi akan belajar mengharap bahwa hal yang menyakitkan ke depan bisa berubah menjadi menyenangkan. Bayi menangkap hubungannya dengan ibu sebagai sesuatu yang keramat (numinous).
2.      Fase Anak-Anak (1 – 3 tahun)
Dalam teori Erikson, anak memperoleh kepuasan bukan dari keberhasilan mengontrol alat-alat anus saja, tetapi juga dari keberhasilan mengontrol fungsi tubuh yang lain seperti urinasi, berjalan, melempar, memegang, dan sebagainya. Pada tahun kedua, penyesuaian psikososial terpusat pada otot anal-uretral (Anal-Urethral Muscular); anak belajar mengontrol tubuhnya, khususnya yang berhubungan dengan kebersihan. Pada tahap ini anak dihadapkan dengan budaya yang menghambat ekspresi diri serta hak dan kewajiban. Anak belajar untuk melakukan pembatasan-pembatasan dan kontrol diri dan menerima kontrol dari orang lain. Hasil mengatasi krisis otonomi versus malu-ragu adalah kekuatan dasar kemauan. Ini adalah permulaan dari kebebasan kemauan dan kekuatan kemauan (benar-benar hanya permulaan), yang menjadi ujud virtue kemauan di dalam egonya. Pada tahap ini pola komunikasi mengembangkan penilaian benar atau salah dari tingkah laku diri dan orang lain, disebut bijaksana (judicious).
3.      Usia Bermain (3 – 6 tahun)
Pada tahap ini Erikson mementingkan perkembangan pada fase bermain, yakni; identifikasi dengan orang tua (odipus kompleks), mengembangkan gerakan tubuh, ketrampilan bahasa, rasa ingin tahu, imajinasi, dan kemampuan menentukan tujuan. Erikson mengakui gejala odipus muncul sebagai dampak dari fase psikososeksual genital-locomotor, namun diberi makna yang berbeda. Menurutnya, situasi odipus adalah prototip dari kekuatan yang abadi dari kehidupan manusia. Aktivitas genital pada usia bermain diikuti dengan peningkatan fasilitas untuk bergerak. Inisiatif yang dipakai anak untuk memilih dan mengejar berbagai tujuan, seperti kawain dengan ibu/ayah, atau meninggalkan rumah, juga untuk menekan atau menunda suatu tujuan. Konflik antara inisiatif dengan berdosa menghasilkan kekuatan dasar (virtue) tujuan (purpose). Tahap ini dipenuhi dengan fantasi anak, menjadi ayah, ibu, menjadi karakter baik untuk mengalahkan penjahat.
4.      Usia Sekolah (6 – 12 tahun)
Pada usia ini dunia sosial anak meluas keluar dari dunia keluarga, anak bergaul dengan teman sebaya, guru, dan orang dewasa lainnya. Pada usia ini keingintahuan menjadi sangat kuat dan hal itu berkaitan dengan perjuangan dasar menjadi berkemampuan (competence). Memendam insting seksual sangat penting karena akan membuat anak dapat memakain enerjinya untuk mempelajari teknologi dan budayanya serta interaksi sosialnya. Krisis psikososial pada tahap ini adalah antara ketekunan dengan perasaan inferior (industry – inveriority). Dari konflik antar ketekunan dengan inferiorita, anak mengembangkan kekuatan dasar: kemampuan (competency). Di sekolah, anak banyak belajar tentang sistem, aturan, metoda yang membuat suatu pekrjaan dapat dilakukan dengan efektif dan efisien.
5.      Remaja/Adolesen (12 – 20 tahun)
Tahap ini merupakan tahap yang paling penting diantara tahap perkembangan lainnya, karena orang harus mencapai tingkat identitas ego yang cukup baik. Bagi Erikson, pubertas (puberty) penting bukan karena kemasakan seksual, tetapi karena pubertas memacu harapan peran dewasa pada masa yang akan datang. Pencarian identitas ego mencapai harapan peran dewasa pada masa yang akan datang. Pencarian identitas ego mencapai puncaknya pada fase ini, ketika remaja berjuang untuk menemukan siapa dirinya. Kekuatan dasar yang muncul dari krisis identitas pada tahap adolesen adalah kesetiaan (fidelity); yaitu setia dalam beberapa pandangan idiologi atau visi masa depan. Memilih dan memiliki idiologi akan memberi pola umum kehidupan diri, bagaimana berpakaian, pilihan musik dan buku bacaan, dan pengaturan waktu sehari-hari.
6.      Dewasa Awal (20 – 30 tahun)
Pengalaman adolesen dalam mencari identitas dibutuhkan oleh dewasa-awal. Perkembangan psikoseksual tahap ini disebut perkelaminan (genitality). Keakraban (intimacy) adalah kemampuan untuk menyatukan identitas diri dengan identitas orang lain tanpa ketakutan kehilangan identitas diri itu. Cinta adalah kesetiaan yang masak sebagai dampak dari perbedaan dasar antara pria dan wanita. Cinta selain di samping bermuatan intimasi juga membutuhkan sedikit isolasi, karena masing-masing partner tetap boleh memiliki identitas yang terpisah. Ritualisasi pada tahap ini adalah Afiliasi, refleksi dari kenyataan adanya cinta, mempertahankan persahabatan, ikatan kerja.
7.      Dewasa (30 – 65 tahun)
Tahap dewasa adalah waktu menempatkan diri di masyarakat dan ikut bertanggung jawab terhadap apapun yang dihasilkan dari masyarakat. Kualitas sintonik tahap dewasa adalah generativita, yaitu penurunan kehidupan baru, serta produk dan ide baru. Kepedulian (care) adalah perluasan komitmen untuk merawat orang lain, merawat produk dan ide yang membutuhkan perhatian. Kepedulian membutuhkan semua kekuatan dasar ego sebelumnya sebagai kekuatan dasar orang dewasa. Generasional adalah interaksi antara orang dewasa dengan generasi penerusnya bisa berupa pemberian hadiah atau sanjungan, sedangkan otoritisme mengandung pemaksaan. Orang dewasa dengan kekuatan dan kekuasaannya memaksa aturan, moral, dan kemauan pribadi dalam interaksi.
8.      Usia Tua (>65 tahun)
Menjadi tua sudah tidak menghasilkan keturunan, tetapi masih produktif dan kreatif dalam hal lain, misalnya memberi perhatian/merawat generasi penerus – cucu dan remaja pada umumnya. Tahap terakhir daroi psikoseksual adalah generalisasi sensualitas (Generalized Sensuality): memperoleh kenikmatan dari berbagai sensasi fisik, penglihatan, pendengaran, kecapan, bau, pelukan, dan juga stimulasi genital. Banyak terjadi pada krisis psikososial terakhir ini, kualita distonik “putus asa” yang menang. Orang dengan kebijaksanaan yang matang, tetap mempertahankan integritasnya ketika kemampuan fisik dan mentalnya menurun. Pada tahap usia tua, ritualisasinya adalah integral; ungkapan kebijaksanaan dan pemahaman makna kehidupan. Interaksi yang tidak mementingkan keinginan dan kebutuhan duniawi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar